Juara Kedua
Aku ingat pertama kali melihatmu.
Kau masuk kedalam hidupku tanpa permisi, berputar bagai gasing didalam pikiranku
Entah kau milik siapa, aku keras kepala.
Ceritakanlah tentang harimu.
Berbincanglah sampai salah satu dari kita tertidur.
Aku tidak akan bosan dengan semua yang kau ketik.
Betapa sering aku menduga-duga, adakah kode yang tersirat dalam kolom chat kita?
Aku tidak mau berdrama, tapi aku tidak bisa mengeluarkanmu dari kepala.
Aku tergila-gila hingga tak tau lagi harus berbuat apa.
Ini semacam hasrat purba, yang lebih tua dari manusia.
Jika kau percaya akan "Jodoh" mungkin ini contohnya.
Dan aku tidak berbicara perihal parasmu, atau apapun yang kau punya.
Ada sesuatu tentangmu yang membuatku merasa baik-baik saja, entah apa.
Kau selalu mampu membuatku jujur mengenai segala hal, kecuali satu: perasaanku
Andai saja aku mampu memberitahu mu,
Tapi aku terlalu takut akan reaksimu, yang tidak sesuai dengan imajinasiku selama ini.
Bukankah fiksi lebih meninabobokan daripada kenyataan?
Bukankah kita adalah dua orang yang terlanjur menikmati berkubang dalam zona pertemanan?
Tubuh kita berlumur harapan palsu.
Tanganku menggapai mencari jalan keluar, sementara tanganmu mencegahku kemana-mana.
Tunggu sebentar, izinkan aku keluar dari zona pertemanan kita untuk sejenak.
Walau begitu, kau tau aku akan tetap menjadi orang yang sama, yang merindukanmu dengan sederhana, yang mengejarmu dengan wajar, menyayangimu dengan luarbiasa, dan menyakitimu dengan mustahil.
Ketidaktegasan adalah sesuatu yang ada diantara kau dan aku.
Kurang ajarkah jika hatiku berharap lebih setiap kali kau menyandarkan kepalamu di bahuku?
Kau memang mahir menuai harapan dihatiku.
Menaruh harapan padamu seakan menggenggam duri-duri mawar, membuatku berdarah.
Tapi aku tak kunjung pergi.
Aku tidak pernah tau dimana perasaanmu sebenarnya bermukim.
Menyayangimu adalah soal keikhlasan.
Aku harap hari ini kau baik-baik saja.
Aku harap kau mengerti arti diamku.
Jangan risau. Aku sudah dan akan selalu bisa berpura-pura tersenyum.
Kudengar seseorang sudah berhasil menghancurkan hatimu, hahaha.
Hampir saja aku yang terbiasa bertepuk sebelah tangan ini, bertepuk tangan sambil memuji-muji karma.
Tapi mana mungkin aku tega melihatmu berduka?
Orang bodoh macam apa yang membiarkanmu terluka, hah?
Ayolah, hentikan isakanmu.
Apa harus memprioritaskan orang yang hanya menjadikanmu pilihan?
Hey, kau bukan pilihan ganda, dia bukan jawaban, dan hidup kalian bukan kertas ujian.
Ketahuilah, beberapa tangan melepaskan genggamannya saat hidupmu bertambah sulit.
Agar tanganmu kosong dan bisa digenggam oleh seseorang yang takkan pernah melepaskanmu.
Hmmm...
Sampai kapan kita harus begini?
Sampai nyaliku terkumpul untuk kau empaskan?
Hahh...
Ternyata menjadi juara kedua itu sama saja dengan berpacaran dengan seseorang yang tidak pernah ada secara nyata.
Kalau kau benar-benar menyayangiku, kau takkan menjadikanku juara kedua dari sejak awal
Menyebalkan!
Aku ingin kau rindukan
Aku ingin kau kejar
Aku ingin kau buatkan puisi
Lalu aku akan bertingkah tak peduli, agar kau tau rasanya jadi aku.
Comments
Post a Comment