Nangis

Tata letak etalase, benda-benda elektronik, dan rak-rak dinding banyak yang berubah.
Aku berbaring sejenak disudut ruangan beralas karpet hijau. Memandangi satu per-satu barang-barang yang terletak disini.

"Ngapain kamu dipojokan?"
"Ehh... e... gak kok. Nggak papa"
"Jangan bohong, aku tau kamu abis nangis"
"Enggak... Sok tau kamu. Ngantuk aku ini, makanya keluar airmata gini", ucapku berbohong.
"Nangisin apa sih? Dia?"
"Dia?", tanyaku dengan penekanan
"Iya dia, spesial banget ya dia sampe ditangisin gitu"
"Apaan sih, udah sana jangan ganggu aku"
"Ehh ya terus ngapain kamu disini, ada CCTV tuh. Kalo diliat Bang Azam mati kamu, tidur-tiduran gak jelas gini. Ayo balik kemeja kamu"
"Bacot hih, iya iya"

Aku kembali ke meja ku dengan wajah suntuk, lemas, dan lesu.

"Aku benar-benar belum bisa menerima kenyataan ditinggalkan. Aku belum bisa dan mungkin tidak bisa", ucapku lirih sambil menepuk-nepuk kepala

"Kenapa kamu?"

Sejak kapan dia ada belakangku? Bukannya tadi dia sudah duluan keluar ruangan? Apasih ini kenapa aneh banget.

"Kamu? Kok?", aku bingung kenapa dia bisa ada dibelakangku

"Kamu kira aku sudah keluar duluan dari situ? Enggak, aku kebelakang dulu, cuci muka"

Yaiya emang sih, muka dia basah kena air. Ahh tau ah, pusing.

"Jadi kenapa? Sudahlah fokus dulu sama kerjaan ini. Urusan itu belakangan, nanti aja kalau sudah selesai semua. Tuh liat grup whatsapp banyak orderan"

Hah? Kaget aku melihat isi grup. Bingung mana duluan yang mau dikerjain.

"Jangan diem aja sih. Perlu bantuan gak?"

"Iya, kamu bantu siapin barang yaa"

Serius hari ini benar-benar kacau, sekarang musim kemarau, panas kencang, tapi mengapa wajahku mendung dan mataku hujan?

"Ziiiikkk...", panggil Kak Iqbal
"Aiss, mana anak ini",
Sementara Zikri sedang membantuku menyiapkan barang dibawah meja

"Kalo zikri ini kayak curut, ngapain kamu di kolong meja gitu?"
"Bantuin nyiapin barang, kenapa?"
"Nih saya setor uang hp", sambil menyodorkan uang yang telah diikat karet
"Udah ditulis belum di buku hp?"
"Udah. Coba itung lagi nanti kurang"
"Seratus... Duaratus... Hmmmm... Dua juta ya kak?"
"Iya, pas kan? Yaudah"

"Apa aku bilang, kacau kan semuanya? Orderan numpuk. Barang kecampur. Uang belum dirapihin. Kak Andra tadi wa, suruh siapin uang mau setor tunai. Udah baca?", lah kok jadi dia yang ngedumel?

"Belum"

"Ini akibatnya. Yakin aku pasti kamu mines banyak"

"Lah kok kamu do'a nya gitu? Bukannya bantuin malah ngomong yang enggak-enggak"

"Heh, Sleman! Dari tadi ini apa gak dibantuin?"

"Ehehe iya, makasih ya", aku nyengir kuda

Setelah selesai semua dia kembali ke meja nya

Tak lama kemudian datanglah Kak Andra dengan mengenakan kaos oblong dan celana levis

"Mana Ma uang nya? Udah disiapin kan?"
"Udah kak, nih, 18 juta",
"Ngapa Ma lesu amat hari ini, kamu sakit? Udah makan kan tadi?"
"Enggak, gapapa kak. Kakak mau setor sekarang?"
"Iyalah, kenapa? Ada yang aneh sama baju saya? Niat saya cuma mau setor tunai bukan tebar pesona sama pegawai bank jadi gak usah keren-keren amat"
"Iya kak iya", jawabku seadanyya
"Lah ya emang iya, tanpa tebar pesona juga pesona kak Andra sudah menebar hahaaha", dia tertawa dengan renyah
"Haduh, tadi saya abis makan kok kayaknya pengen muntah ya", ucapku seolah-olah mual
"Sini Ma muntah, sekalian nanti kamu yang saya muntahin dari tempat ini"
"Waduu, canda kak haahaha"
"Nah gitu dong ketawa, semangat kerja itu jangan lesu kayak tadi"

"Anah limbad ketawa. Tumben", kata Kak Iqbal saat ia mendengar gelak tawaku yang memecah isi ruangan ini

Dia memang seperti itu memanggilku dengan sebutan Limbad. Karena memang aku jarang bicara.


Comments

Popular posts from this blog

Hmm

Bisa Apa? Bisa Gila

Akan Ku Usahakan