Abadilah Dalam Sajakku
Selintas malam menyapa
Angin berhembus lembut
Dedaunan, pepohonan, dan tetumbuhan bergerak seirama dengan desiran angin
Purnama yang belum membulat sempurna
Bintang-bintang yang bertaburan
Serta ada sebuah pesawat yang lampunya kerlap-kerlip
Aku masih dengan buku bersampul biru
Pulpen bertinta setengah
Dan ponselku dengan baterai melemah
Sekelebat ingatanku muncul tentang waktu di tiga tahun lalu
Memutar ulang memori yang terekam jelas
Hingga tanpa sadar seberkas air bening meleleh dari sudut mataku
Betapa dungu nya aku kala itu hingga sekarangpun
Dalam kurun waktu yang lumayan lama itu masih saja terpaku pada satu nama
Serpihan hati, perihnya menunggu, hitamnya lingkaran mata
Masih saja aku bertahan dengan tanpa kepastian
Cahaya rembulan malam ini indah sekali
Kataku, sambil memandang kelangit
Sesekali aku mengusap tetesan yang mengalir begitu deras ini
Hidungku memerah, seperti orang sedang flu
Kubuka buku ku yang bersampul biru itu
Kubaca perlahan lembar demi lembar dibawah remangnya cahaya bulan
Tidak lain tidak bukan yang kutemukan hanyalah ukiran nama itu
Sesak menyeruak hingga ke rongga dada
Menyapu habis seluruh senyuman
Tak henti-hentinya aku bertanya, mengapa dengan diriku?
40 menit berlalu, aku beralih ke ponselku
Melihat profilnya dan kulihat ada teks online dibawah namanya
Kubiarkan saja dengan harapan sebentar lagi akan mengirimiku sebuah pesan
Nyatanya tidak
Keras sekali memang meluluhkan hati yang terlalu beku
Comments
Post a Comment