Intermezzo
Pagi ini, hari tak secerah biasanya. Rintik-rintik hujan membahasi seisi bumi ini.
"Rinaaaa, bangun nak sholat subuh dulu nanti kesiangan, ini hari senin kamu kan sekolah juga", teriakan mama dari balik pintu kamarku. "Iya maaa bentar, huahh", aku menguap dengan santainya.
Segera aku bangun dengan sedikit limbung dari tempat tidur. Gubrak!!! "Ah sial aku nabrak ember" gumamku sambil menyepak kembali ember itu.
Setelah sholat subuh aku tunaikan, aku segera mandi.
Aku tau, pasti hari ini tidak upacara karena lapangan pastinya becek.
Pukul 06.30 aku berangkat dan menaiki sebuah angkot biru. Pagi itu serasa dingin sekali. Sayang, aku tidak mempunyai jaket atau sweater satupun. Angkot yang aku tumpangi sepi sekali, hanya ada ncik-ncik sableng itu. Setelah diperjalanan mulai muncul satu masalah: habis bensin.
"Huaaaa aku bisa telat ini, aduh gimana yaa lama banget antre di pom ini" kataku sambil menghentak-hentakkan kaki dialas mobil yang terbuat dari keramik itu. Setelah kurang lebih 10 menit menunggu antrean, akhirnya angkot ini dapat giliran juga.
Setiba nya disekolah aku kaget dengan pemandangan siswa-siswi sedang berbaris dilapangan. "Mampus, hari ini upacara, anah gak bawa topi, bakal kena hukum ini pasti aduh gimana yatuhan tolong aku", batinku gelisah.
"Ayo anak-anak segera ambil papan kelasnya upacara segera dimulai", suara Ibu Nini dari microphone.
"Woy, ambil lagi papan kelas itu. Itu tuh di deket tiang bendera, cepet!" kata Minah yang sok ngatur. Lalu, Samin yang mengambil papan tersebut.
Aku gelisah, geli-geli basah. Hahaha canda. Tapi kan ya emang basah barusan abis ujan.
Aku baris ditengah-tengah. "Anin, tutupin saya dong nanti diliat Pak Sunarto", lalu kepalaku menunduk dan Anin berusaha menutupi ku dengan badan nya yang lumayan besar.
Setengah jam berlalu, upacara usai juga. "Huuhh aman saya hari ini Nin", aku menghela nafas. "Makanya, lain kali kalo besoknya upacara siapin semuanya dari malem", ujar Anin dengan nada sok bijak. Lalu tiba-tiba ada suara yang memekakkan telinga "Sialan, sepatu saya kotor lagi penuh tanah ah borok", kata Ninda dengan suara cempreng nya. "Dih biasa aja kalik, gua juga kotor tapi gak jerit-jerit gitu", batinku berkata.
Semuanya masuk kekelas. Dan pelajaran hari ini dimulai dengan "Matematika" bavas horor ulangan pula hari ini. "Yah kalo gua sih pasrah aja, pasti remed hahaha", "Gua mah yakin aja sama yang diatas pasti dia ngasih gua mukizijat buat nyelesain soal itu", "Dih najis sih omongan lu itu, yang diatas siapa? Plapon? Apa Dewa Kegelapan?" serentak mereka tertawa. Yah begitu lah pembicaran dari anak-anak kelas yang doyan gosip itu.
Ups, ralat. Bukan ngegosip tapi ngepoin orang.
2 jam tak terasa dilalui dengan selembar kertas berisikan angka-angka gak jelas itu. Selesai ulangan, guru itu keluar karena jam nya udah abis. Alhasil kelas kosong tidak ada guru.
Jreng!!! Suara gitar dipetik oleh Indira, lalu mulutnya mengalunkan lagu blackout-selalu ada.
Diaaaaa, kini telah pergiii jauh. Terbaaangg tinggi tinggalkanku disini
"Asek mang tarik digoyang" sahut Minah dan ia melanjutkan liriknya
Kuharap dia tahu aku mencintainya dan tak ada yang bisa mengganti dirinya
Ya, aku setuju dengan lirik yang dinyanyikan Minah "Kuharap dia tahu aku mencintainya"
Andai ya dia tahu, tapi kalau tahu juga buat apa? Buat untuk dijauhi? Enggak-enggak aku gak minta untuk dia tahu.
Biarlah menjadi pengagum rahasia saja. Aku menikmati kok mencintai dengan cara seperti ini. Hehe, aku bukan tipikal wanita incaranmu kan? Iyalah aku hanya seorang gadis introvert yang hanya bisa bicara seperlunya saja.
Aku fikir-fikir bicara yang banyak hanya menghabiskan energi saja. Percuma juga kan membicarakan hal yang tidak penting?
Notes: ah ceritanya gantung, sebenernya pance. Tapi asudahlah gua lelah😂
Comments
Post a Comment